H.Y.S.Santosa Giriwijoyo
Persaingan memang terjadi dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, dan sesuai dengan Hukum Alam yang tetap lurus pada jalurnya, maka siapa yang kuat dialah yang menang. Jadi jangan biarkan kita menjadi orang yang lemah, yang akan cenderung menjadi pecundang dan orang yang merugi! Dalam era globalisasi, jangan sampai kita tergombalisasi! Namun persaingan harus beradab, beraturan dan terkendali, sebab bila terjadi persaingan bebas tanpa aturan dan kendali, maka persaingan akan cenderung berubah menjadi penindasan si Lemah oleh si Kuat, si Miskin oleh si Kaya dan seterusnya, yang akan berakibat berubahnya kebudayaan manusia menjadi kebiadaban. Beruntunglah kita mempunyai “Ketuhanan yang maha Esa” dan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, sehingga tidak terjadi persaingan bebas. Terlebih adanya Agama dalam kehidupan universal manusia pada umumnya menjadi landasan yang lebih luhur dari kebudayaan, dan Agama Islam pada khususnya telah dengan tegas meletakkan dasar perlindungan bagi si Lemah.
Surat Al-Baqarah ayat 267 mengemukakan: “Hai orang-orang beriman! Nafkahkanlah sebagian hasil usahamu yang baik…….jangan sengaja kamu berikan yang tidak baik, yang kamu sendiri tidak mau menerimanya!”. Surat Adz-Dzaariyat ayat 19 menyebutkan: “Dan dalam tumpukan hartanya terdapat bagian dari orang yang minta-minta dan orang miskin yang tak mempunyai apa-apa”. Memang “Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendakiNya dan Dia pula yang membatasinya” (Surat Al-‘Ankabut ayat 62).
Namun demikian, batas antara siapa yang dilapangkan dan siapa yang dibatasi rezekinya tidaklah jelas, oleh karena di dunia ini masalah batas memang tidak pernah jelas! Contohnya: Tidak mudah untuk menentukan batas utara dan selatan, serta di mana gerangan batas antara timur dan barat? Oleh karena itu, masalah batas ini, khususnya batas antara yang diwajibkan, yang diizinkan dan yang dilarang Allah harus selalu dicari, dicermati, dipelajari dan dikaji secara teliti, agar jangan sampai kita tersesat ke dalam daerah yang dilarang Allah. Hal ini berarti bahwa, baik mereka yang dilapangkan maupun mereka yang dibatasi rezekinya, sesungguhnya mereka sedang diuji bagaimana tingkat ketaqwaan dan ketaatannya kepada Allah. Mereka yang lebih tinggi tingkat ketaqwaan dan ketaatannya, akan menempatkan dirinya sebagai orang yang dilapangkan rezekinya dan akan menafkahkan sebagian dari hasil usahanya yang baik; sebaliknya orang yang kurang tinggi tingkat ketaqwaan dan ketaatannya, akan menempatkan dirinya sebagai orang yang dibatasi rezekinya dan dengan sendirinya tidak akan menafkahkan sebagian dari hasil usahanya, bahkan akan menunggu diberi nafkah oleh orang lain.
Memang Allah yang melapangkan dan membatasi rezeki bagi siapa yang dikehendaki, akan tetapi lapang dan sempitnya rezeki seseorang juga berkaitan dengan kemampuan menggunakan otak dan ototnya, artinya sangat tergantung kepada kemauan dan kesungguhannya untuk berpikir dan berusaha! Berpikir tanpa berusaha (mewujudkan pemikirannya), tidak akan menghasilkan sesuatu, sebaliknya berusaha tanpa berpikir, tidak akan menghasilkan sesuatu yang berharga! Dalam perwujudannya, hasil usahanya akan tergantung kepada kemauan dan kemampuannya untuk berpikir dan kecerdikannya memanfaatkan kekuatan ototnya, serta ditentukan pula oleh daya tahannya. Orang yang mempunyai daya tahan yang tinggi adalah orang yang tangguh, artinya ialah orang itu mempunyai derajat sehat dinamis yang tinggi, yaitu orang itu tidak mudah lelah; dan orang-orang yang tidak mudah lelah mempunyai kemampuan bekerja yang lebih besar. Daya tahan, khususnya ketahanan dalam aspek jasmaniah (fisik), berhubungan dengan kemampuannya mengambil O2, dan O2 terdapat bebas di udara! Siapapun bebas mengisap O2 dari udara secara gratis sebanyak kemauan dan kemampuannya. Ingat, jangan sampai Anda mengisap O2 di Rumah Sakit, karena kalau mengisap O2 di Rumah Sakit, Anda harus bayar!
Sesungguhnya Allah maha adil terhadap hamba-hambanya! Akan tetapi kemauan untuk mengambil O2 yang banyak, belum tentu disertai dengan kemampuan yang sesuai untuk itu! Orang yang mampu mengambil O2 dari udara dalam jumlah yang lebih banyak, akan mempunyai daya tahan yang lebih besar! Lalu siapa yang menentukan besar kemampuan untuk mengambil O2 dari udara ini? Tidak ada orang lain yang menentukannya kecuali diri kita sendiri! Bagaimana kita dapat mempertinggi kemampuan mengambil O2 ini? Dengan melakukan Olahraga Kesehatan Sasaran III, yaitu Olahraga aerobik, yang merupakan Olahraga yang paling mudah dan paling murah, karena dapat dilakukan tanpa peralatan apapun. Olahraga Kesehatan aerobik bahkan akan lebih baik bila dilakukan tanpa mengenakan sepatu, karena sol sepatu yang dikaruniakan Allah kepada kita yaitu telapak kaki kita justru akan menjadi lebih tebal bila kita melakukan Olahraga aerobik (berjalan atau jogging) tanpa bersepatu! Hal yang sebaliknya akan terjadi pada sepatu yang kita beli dengan harga yang mahal sekalipun, yaitu telapak sepatu kita secara pasti akan terkikis! Inilah beda antara alat buatan manusia dengan alat buatan Tuhan, alat buatan manusia akan cepat rusak bila dipergunakan, sebaliknya alat buatan Tuhan justru lebih cepat rusak bila tidak dipergunakan.
Jadi, orang yang melakukan Olahraga Kesehatan sesungguhnya adalah orang yang sedang mensyukuri nikmat sehat karunia Allah, ia sedang memelihara dan/atau meningkatkan derajat sehat dinamisnya, dan dengan demikian ia menjadi orang yang tidak mudah lelah dan karena itu mempunyai kemampuan kerja yang lebih besar! Sebaliknya orang yang tidak memelihara derajat sehat dinamisnya, sesungguhnya ia sedang menganiaya dirinya sendiri karena ia sedang membuat dirinya termasuk golongan orang-orang yang lemah dan mudah lelah!
Wahai anak-anak muda Indonesia, persiapkan dirimu dan berjuanglah untuk menghadapi masa depanmu, cermati era globalisasi yang akan menghadirkan persaingan dalam kehidupan yang semakin berat, semakin ketat dan semakin keras; tekunlah berusaha dan khusyu’ berdoa, jangan biarkan dirimu dalam keadaan lemah, agar dapat memenangkan persaingan secara beradab dan terhindar dari kezhaliman dalam persaingan! Dalam era globalisasi, jangan sampai kita tergombalisasi! Ingat : Hukum alam tetap lurus pada jalurnya!